
Sultan Agung Hadi Prabu Hanyokrokusumo lahir pada 1591 di Kotagede, Yogyakarta. Ayahnya adalah Prabu Hanyakrawati yang merupakan raja kedua Mataram dan ibunya bernama Ratu Mas Hadi Dyah Banawati yang merupakan putri dari Pangeran Benawa, Raja Pajang. Orangtuanya memberi nama Raden Mas Jatmika atau lebih dikenal dengan Raden Mas Rangsang.
Sultan Agung diangkat menjadi Raja Mataram menggantikan ayahnya pada 1613. Di bawah kepemimpinan Sultan Agung, kerajaan Mataram mencapai puncak kejayaannya. Masyarakat Mataram hidup sejahtera dari hasil pertanian. Pada saat itu, VOC sudah menerapkan praktik monopoli perdagangan hasil bumi di Pulau Jawa. Namun, Sultan Agung tidak mau sedikit pun berkompromi dengan perusahaan kongsi dagang Belanda, Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC).
Sultan Agung adalah penguasa pertama yang mengadakan perang besar-besaran dengan Belanda. Penyerangan pertama dilakukan pada 1628. Sultan Agung mempersiapkan 59 kapal armada dan lebih dari 20.000 orang pasukan darat. Penyerangan Mataram ke Batavia dipimpin oleh Tumenggung Bahurekso. Pertempuran sengit antara Mataram dam Belanda terjadi siang dan malam. Pasukan Mataram saat itu harus menghadapi kondisi sulit terserang wabah penyakit, kekurangan logistik, dan pasokan air. Dengan 2.866 tentara yang dilengkapi meriam, Belanda mengalahkan Mataram dengan mudah.
Pada 1629, Sultan Agung kembali memerintahkan pasukan Mataram menyerang Batavia untuk kedua kalinya. Penyerangan dipimpin Dipati Puger dan Dipati Purbaya. Kali ini mereka mempersiapkan pertempuran dengan matang. Logistik yang menjadi kelemahan pada penyerangan pertama telah diperkuat. Mataram membuat pusat-pusat logistik dan membuka persawahan di pantai utara Jawa. Mereka pun berhasil merebut Benteng Hollands. Namun, setelah berhasil merebut Benteng Hollands, pasukan Mataram mengalami kondisi lemah.
Belanda pun memanfaatkan situasi tersebut dengan menyerang pusat-pusat logistik Mataram di Tegal dan daerah lainnya. Penyakit kolera segera melemahkan pertahanan pasukan Sultan Agung. Serangan kedua kalinya pun berakhir dengan kegagalan.
Setelah mengalami kegagalan, Sultan Agung menutup kota-kota pelabuhannya di sepanjang pantai utara Jawa. Dua kali gagal menyerang Batavia, Sultan Agung tetap berupaya menyerang untuk ketiga kalinya. Kali ini beliau mengirimkan orang-orang Mataram untuk membuka persawahan di daerah Purwakarta dan Sumedang. Namun, rencana penyerangan yang ketiga juga gagal karena beliau wafat pada 1645 di Yogyakarta. Sultan Agung Hanyokrokusumo dimakamkan di kompleks pemakaman Raja Mataram di Imogiri, Yogyakarta.
Pada 3 November 1975, berdasarkan Keppres No.106/TK/1975, pemerintah menobatkan Sultan Agung Hanyokrokusumo sebagai pahlawan nasional. Nama Sultan Agung diabadikan menjadi nama stadion di Bantul dan nama jalan di Jakarta serta di beberapa daerah lainnya.
Artikel Terkait: