
Selama puluhan tahun burung Tokhtor atau Tohtor Sumatera sulit ditemukan di habitatnya di hutan-hutan Sumatera. Sejak tahun 1916, burung tersebut tidak pernah lagi terlihat oleh warga, sehingga sudah banyak yang tidak mengenalinya. Karenanya burung ini sempat dianggap punah.
Lalu pada tahun 2006 ada sebuah kejutan yang menggembirakan, ternyata spesies burung Tokhtor terkonfirmasi masih mendiami Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS). Ketika itu penampakan burung Tokhtor secara tidak sengaja tertangkap kamera. Itu terjadi saat peneliti gabungan dari Indonesia dan Inggris, sedang meneliti pola prilaku Harimau Sumatera, dengan menggunakan kamera berteknologi tinggi infrared, yang bisa memotret satwa secara otomatis.
Burung langka tersebut tertangkap kamera di dalam kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), tepatnya di antara perbatasan Kerinci-Bungo, dekat dengan kawasan danau gunung tujuh di ketinggian sekitar 1.100 m dpl. Secara kebetulan kamera para peneliti tersebut berhasil merekam gambar burung langka yang memiliki nama ilmiah Carpococcyx viridis itu.
Pada September 2017, saat tim peneliti dari Taman Nasional Kerinci Seblat dan Fauna & Flora International – Indonesia Programme melakukan kegiatan monitoring populasi harimau sumatera, tanpa diduga tokhtor sumatera juga muncul di kamera jebak yang mereka pasang.
Tim mendapatkan foto Tokhtor Sumatera di dua stasiun berebeda yang berjarak lima kilometer. Kamera tersebut di pasang di wilayah Taman Nasional Kerinci Seblat, di ketinggian 1.700 m dpl.
Sebelumnya, di sepanjang 2017, keberadaan burung yang dalam Bahasa Inggris disebut Sumatran Ground-Cuckoo juga terekam di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Taman Nasional Batang Gadis, dan Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Baling, Riau.
Tokhtor Sumatera bukanlah satu-satunya spesies Tokhtor yang ada di Indonesia (endemik), ada spesies Tokhtor lain yang hidup di Kalimantan. Spesies yang hidup di Kalimantan, ukurannya lebih kecil dan warnanya lebih hijau, sementara species Sumatera ukurannya agak besar dan sedikit gelap. Dulunya, Tokhtor Sumatra dan Tokhtor Kalimantan dianggap sebagai satu spesies yang sama yang dinamai Tokhtor Sunda.
Tokhtor Sumatera merupakan burung yang hidup di permukaan tanah, dengan ukuran cukup besar, yakni memiliki panjang tubuh hingga 60 sentimeter. Berwarna hitam pada bagian kepala dan kehijauan di belakang kepala hingga leher, juga bulu penutup sayap dan bulu sekunder. Bagian leher hingga dada berwarna kehijauan dan dari dada hingga tungging berwarna kecoklatan dengan garis-garis hitam. Ciri khasnya ada pada kulit sekitar mata yang kehijauan, di belakang mata kebiruan, iris kemerahan, serta paruh dan kaki kehijauan.
Jenis ini pertama kali ditemukan sebanyak sembilan individu pada 1878, dan dijadikan spesimen, di sepanjang hutan primer Bukit Barisan pada ketinggian 300 hingga 1.400 meter di atas permukaan laut (m dpl). Kini populasi Tokhtor Sumatera diperkirakan 50-249 individu dewasa, dilihat dari data Birdlife International.
Informasi mengenai jumlah dan sebaran atau jangkauannya sangat minim, membuat statusnya digolongkan Kritis (CR/Critically Endangered) hingga saat ini, berdasarkan International Union for Conservation of Nature (IUCN). Tingkat ancamannya yang tinggi pula membuatnya dimasukkan dalam jenis burung terancam di Indonesia. Bahkan sebelumnya, pada 1988 hingga 1994 tokhtor sumatera dimasukkan dalam kriteria yang tidak dikenal (Not Recognized/NR).
Suara burung Tokhtor cukup keras, nada awal temponya tinggi, nada kedua temponya turun. Suaranya terdengar merdu semerdu suara tekukur atau takur, mirip suara burung Engggang Jambul. Namun burung Tokhtor ini dikenal sebagai burung pemalu, sehingga sulit ditemui di habitat aslinya.
Artikel Terkait: