
Maluku Utara adalah sebuah provinsi yang terhitung berusia muda. Provinsi berbentuk kepulauan ini terletak di Timur Laut Indonesia dan baru terbentuk pada tanggal 4 Oktober 1999 silam, setelah melepaskan diri dari Provinsi induknya, yaitu Provinsi Maluku. Walaupun termasuk provinsi baru, budaya Maluku Utara sejatinya telah terbentuk sejak lama dari kehidupan masyarakat berbagai suku yang tinggal di sana. Salah satu bukti kemajuan budaya masyarakat Maluku Utara yang telah diwariskan secara turun-temurun dapat kita temukan dari adanya rumah adat Maluku Utara yang bernama Rumah Sasadu.
Rumah adat Sasadu dimanfaatkan untuk berbagai macam keperluan, selain fungsi utamanya sebagai ruang pertemuan dan tempat menerima tamu, diantaranya yaitu untuk perayaan pesta adat baik pernikahan maupun kelahiran yang dapat dirayakan hingga tujuh hari tujuh malam. Di bagian depan rumah adat Sasadu inilah biasanya digelar acara makan bersama dengan memainkan tarian tradisional.
Sasadu memang bukanlah rumah yang berfungsi sebagai tempat tinggal sehari-hari. Rumah adat ini berfungsi sebagai balai adat atau tempat pertemuan bagi seluruh masyarakat suku Sahu saat ada kegiatan adat. Fungsi ini mempengaruhi bagaimana desain dan struktur rumah tersebut.
Bentuk Arsitektur Rumah Sasadu
Rumah adat Sasadu merupakan warisan dari leluhur suku Sahu di Pulau Halmahera Barat, Maluku Utara. Sasadu berasal dari kata Sasa – Sela – Lamo atau besar dan Tatadus – Tadus atau berlindung, sehingga Sasadu memiliki arti berlindung di rumah besar. Rumah adat Sasadu memiliki bentuk yang simpel atau sederhana. Karena berfungsi sebagai tempat pertemuan banyak orang, rumah Sasadu didesain cukup luas, tidak berdinding dan hanya terdiri satu bagian saja tanpa sekat. Oleh karenanya rumah ini bentuknya terbuka dan hanya terlihat memiliki tiang-tiang penopang saja.
Tiang penopang rumah Sasadu tidak memikul berat lantai seperti kebanyakan rumah adat lain di Indonesia. Pasalnya rumah Sasadu bukanlah rumah tipe panggung. Tiang hanya digunakan untuk menopang kerangka atap rumah, sementara lantainya terhampar di permukaan tanah. Di jaman sekarang lantainya ada yang dibuat menggunakan semen agar pemeliharaannya lebih mudah.
Tiang penopang sendiri dibuat dari bahan batang kayu sagu yang terdapat cukup banyak di Halmahera. Tiang-tiang penopang dihubungkan satu sama lain dengan balok penguat. Balok-balok tersebut tidak dipaku pada tiang, mengingat dalam desainnya rumah adat ini memang tidak dibangun tanpa paku meski satu buah pun. Balok penguat tersebut direkatkan pada tiang dengan hanya menggunakan pasak kayu dan tali ijuk sebagai pengikat rangka atap. Pada beberapa bagian, balok penguat juga difungsikan sebagai tempat duduk. Antar balok diberi susunan bambu atau kayu yang membentuk dipan.
Rumah adat Sasadu tidak memiliki pintu. Untuk memasuki rumah adat Sasadu terdapat 6 jalan masuk sekaligus jalan keluar. Setiap jalan diperuntukkan untuk orang-orang tertentu. Dua jalan masuk dan keluar khusus untuk perempuan, dua jalan khusus untuk lelaki, dua jalan khusus untuk para tamu.
Makna Filosofis Pada Rumah Sasadu
Suku Sahu merupakan suku yang menjunjung tinggi dan sangat menghargai penduduk wanitanya. Hal ini ditunjukkan pada bagian dalam rumah adat Sasadu. Selain terdapat dego-dego (dipan bambu) untuk duduk, pada bagian dalam ruangan tersedia dua buah meja, dimana satu meja khusus untuk perempuan di letakan pada bagian depan dan sedangkan satu meja yang diperuntukan bagi laki-laki di letakan pada bagian belakang. Penempatan meja perempuan pada bagian depan dapat diartikan bahwa bagi suku Sahu wanita akan didahulukan dan laki-laki akan selalu melindunginya dari belakang.
Sasadu adalah rumah terbuka tanpa dinding dengan banyak pintu. Desain ini memiliki nilai filosofi bahwa masyarakat Sahu dan masyarakat Maluku Utara adalah orang-orang yang terbuka. Mereka mau menerima pendatang dengan baik tanpa membeda-bedakan.
Pada rumah adat Sasadu terdapat dua ujung atap kayu yang diukir dan memiliki bentuk haluan dan buritan perahu yang terdapat pada kedua ujung atap. Bubungan tersebut melambangkan perahu yang sedang berlayar karena suku Sahu merupakan suku yang suka berlayar mengarungi samudera.
Rumah adat ini juga dilengkapi bendera besar yang disebut panji dan bendera kecil yang disebut dayalo. Di sekelilingnya dihiasi kain putih berbentuk bukit-bukit kecil yang disebut paturo. Bendera ini kecintaan masyarakat Maluku Utara terhadap bangsa dan negara Indonesia.
Adanya bola-bola berbungkus ijuk yang digantung di kerangka atap dekat kain menyimbolkan kestabilan dan kearifan. Arahnya merunduk ke bawah berlawanan dengan arah atap mempunyai nilai filosofis bahwa saat seseorang berada di puncak kejayaan, mereka tetaplah harus rendah hati.
Ujung atap rumah bagian bawah dibuat lebih pendek dari langit-langit. Hal ini membuat setiap orang yang hendak masuk harus menundukan kepala dan membungkukan tubuhnya. Makna filosofis dari bentuk ujung atap ini adalah agar setiap orang selalu dapat patuh dan hormat terhadap semua aturan adat Suhu.
Pada bagian pusat di dalam rumah adat Sasadu, utamanya diletakkan alat musik tradisional Kakabelu. Kakabelu berbentuk gendang panjang yang terbuat dari batang pohon sagu yang disusun saling menyilang. Kakabelu utamanya disuguhkan pada upacara adat atau penyambutan tamu. Nah, bagi Anda yang berminat untuk melihat langsung rumah adat ini, silakan datang ke Halmahera, Anda dapat mengunjunginya di Desa Gamtala, Kecamatan Sahu, Kabupaten Halmahera Barat, Provinsi Maluku Utara.
Artikel Terkait:
Video tentang Rumah Tradisional Sasadu, Balai Adat Khas Halmahera Maluku Utara