
Pakaian merupakan salah satu bentuk kebudayaan yang merupakan hasil dari kearifan lokal setempat. Setiap masyarakat ada pakaian yang menjadi ciri khasnya dan menjadi bagian dari adat yang wariskan secara turun-temurun. Begitu juga dengan Provinsi Sulawesi Barat. Di daerah ini, masyarakat setempat memiliki hasil kerajinan berupa kain yang khas yang digunakan sebagai bagian pakaian adat mereka.
Kain tenun itu bernama Lipaq Saqbe atau biasa dikenal sebagai Sarung Tenun Sutra Mandar.
Ciri khas kain tenun Lipaq Saqbe adalah warna-warnanya yang terang atau cerah misalnya seperti warna kuning dan merah dengan desain garis geometris yang lebar. Walaupun memiliki pola yang sederhana, benang emas dan benang perak yang menjadi bahan dasar pembuatan kain sutra ini, menjadikan kain tenun sutra Mandar terlihat istimewa dan indah. Sarung Tenun Mandar ini juga merupakan salah satu produk kain sutra paling halus di Nusantara.
Tidak jauh berbeda dengan Ulos, kain khas suku Batak Sumatera Utara yang hanya boleh digunakan pada saat acara-acara tertentu saja, kain Sutra Mandar ini juga bukan kain sarung yang digunakan untuk kegiatan sehari-hari. Sarung ini hanya dipakai pada saat acara-acara tertentu seperti acara pernikahan, upacara adat, upacara keagamaan dan kadang digunakan untuk shalat Jumat di Masjid.
Ditinjau dari bentuk motifnya kain tenun lipaq saqbe terbagi atas dua jenis yaitu Bunga dan Sure’. Motif Sure’ memiliki garis geometri sederhana dan menjadi motif klasik. Sementara itu motif Bunga adalah perpanjangan dari motif Sure’ yang ditambah dengan berbagai dekorasi.
Secara tradisional, pemilihan motif pada sarung tenun Mandar ini dibuat berdasarkan berdasarkan standar ekonomi, sosial budaya, agama, dan juga strata sosial pemakainya misalnya keluarga kerajaan, pedagang kelas atas, dan pejabat pemerintah. Di antara sekian motif yang ada, motif tradisional yang biasa dijumpai adalah Padzadza (Parara), Salaka, Aroppoq, Taqbu, Benggol, Pangulu, dan lainnya.
Hingga saat ini, kain Lipaq Saqbe masih dibuat dengan cara tradisional atau metode konvensional. Metode ini tidak menggunakan mesin sehingga untuk menghasilkan satu lembar sarung tenun dapat memakan waktu dua hingga tiga minggu. Bahkan ada yang bisa mencapai berbulan-bulan lamanya, tergantung dari tingkat kesulitan motif yang dibuat. Semakin sulit motifnya, maka semakin lama pula waktu pengerjaannya.
Pengerjaan kerajinan sarung tenun sutra Mandar ini dimulai dengan proses menguntai benang sutra dari ulat sutra dengan teknik Ma'unnus yaitu menarik benang dan kepompong. Kemudian dilakukan Ma'ttiqor atau pemintalan benang. Karena saat ini di pasaran sudah banyak tersedia, maka benang sutra benang sutera bisa dibeli yang sudah jadi sehingga tak perlu lagi melalui kedua proses di atas agar lebih cepat.
Berikutnya, benang sutra akan mengalami proses pewarnaan atau disebut dengan Macingga. Sampai saat ini beberapa produsen Sarung Tenun Sutra Mandar masih menggunakan perwarna alami seperti daun nila, bakko (kulit Mangrove), kalanjo (kelapa bertunas), dan bahan alami lainnya. Proses menenun kain menggunakan alat tenun tradisional yang disebut parewa tandayang. Jika Anda berkunjung ke Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat, kerajinan kain tenun ini bisa ditemukan di kecamatan Balanipa, kecamatan Tinambung, dan kecamatan Limboro. Silakan datang ke salah satu desa yang menghasilkan kerajinan tenun Lipaq Saqbe yaitu Desa Pambusuang, untuk melihat dan membeli kain istimewa ini.
Artikel Terkait: